Senin, 01 Agustus 2011

Sebuah Pernyataan Dalaf

Memasuki bulan suci Ramadhan, tepatnya tanggal 31 Juli 2011. Dalaf melisankan sebuah penyataan yang membuat hatiku mengigil karenanya. Jujur aku tak tahu lagi sampai dimana aku berpijak saat ngiangan suara itu.

"Kanda sudah pernah menikah sayangku."
"Apa?" Pertanyaan yang sengaja kulempar untuk mentidakkan apa yang baru saja aku dengar.
"Ia. Kanda Penah menikah."
"Kandaaaaa... Dinda percaya sama semua kata-kata kanda. Tolong jangan katakan sesuatu yang kebenaranya belum terjamin."
"Ia kanda sudah pernah menikah. Panjang ceritanya. Kenapa dinda tak mau?"

Entah kenapa dia mengalihkan pembicaraannya dengan objek yang di hadapanya yaitu laptop. Aku masih saja terkesima dalam keadaan bingung. Aku dalam keadaan yang tak jelas.

Sampailah sepupuku hadir di kediamanku. Kami shalat berjamaah. Lalu kami ke pusara ibu. Di tempat ini aku mengenal Ayah dan ketiga-tiga adik Dalaf. Dalam keadaan mental yang tak begitu siap, aku dikejutkan dengan kehadiran keluarga yang selama ini bermain di otakku. Aku mengenal Ayah yang hitam manis, ramah dan mudah tersenyum. Ningsih yang tak begitu suka denganku, terlihat dari ketidakhadiran senyum dari bibirnya atau huluran tangannya. Diakhir perjumpaan aku menyapa seraya berucap maaf sambil mengulurkan jemari-jemariku yang disambut dengan ujung jari lentik itu. Aku juga mengenal Aidil atauIdil aku juga tak begitu jelas, wanita bertubuh tinggi, sedikit kurus, cantik dengan penampilan kaca matanya, mengulurkan tangan sambil mengucap maaf ketika mencium tanganku. Annisa juga terlahat manis saat kedua tang itu mencoba memegang tubuhku saat mendekat, senyum khasnya yang masih melekat di kepalaku membuat aku selalu rindu padanya, apalagi suaranya yang manja ketika memanggil "ABAAAng.."

Pertemuan nitu melupakan aku pada pernyataan Dalaf tentang pernikahan siri yang dia ceritakan. Sepanjang perjalanan menuju SKA unbtuk membeli roti kesukaanku "Roti lelaki alias ROTIBOY yang Dalaf boyong sebanyak sepuluh buah.

Aku keasyikan dan terlupa. Tapi malamku tidak mendapatkan tidur yang nyenyak. Sebentar-bentar terbangun. Bukan karena lapar yang biasanya membangunkan aku, tapi karena terlupa akan satu hal yang amat penting. Tapi aku benar-benar lupa.

Keesokannya Dalaf datang ke rumahku, sambil mengerjakan kembali bahan sertifikasi dosen yang belum selesai.

Aku begitu saja teringat dengan PERNYATAANnya semalam. Ku menanyakan kebenarannya.
"Benarkah kanda sudah menikah?"
"Ia. Kenapa dinda nanya itu?"
"Dinda mau tahu kebenarannya."
"Ia kanda dah menikah. Tapi kanda punya alasan."

Kami terdiam untuk beberapa saat yang aku sendiri tak menghitungnya. Ntahlah apa yang ada dalam benakku. Aku begitu saja percaya dengannya. Dengan ucapannya barusan.

Aku resah tiba-tiba. Aku pergi meninggalkannya sendiri di tempatnya.
"Dinda percaya?"
"Percaya."
"kenapa?"
"Setiap bait kata kanda terekam di otak dinda. Jangan bicarakan sesuatu yang tidak benar."

Aku kembali menghampirinya. Dengan sedikit mengambil kembali senyum yang biasanya menghiasi bibirku. Tiba-tiba dia bicara.
"Dinda jangan berubah."

Entah kenapa aku pergi saja meninggalkannya. Aku ke kamar. Lalu ke kamar mandi seraya berucap
"10 kalipun kanda menikah, Dinda gak peduli. 100 kalipun Dinda tak peduli."
"Dinda percaya?"
"Dinda membangun hubungan ini atas dasar PERCAYA.

bERSAMBUNG...

Tidak ada komentar: