Jujur saja, aku tak bisa bahagia tanpa Dalaf. Aku coba untuk membuka hati seperti yang disarankan oleh beberapa orang yang mencoba memahamiku.
Aku paksakan untuk menerima satu antara orang-orang yang mengagumi dan ingin menjadikan aku pacar, kekasih atau istri. Tapi hanya Dalaf yang aku butuhkan. Bukan yang lain. Tak seorangpun bisa merangkaikan acakan benang yang terserat untuk disulamkan menjadi benang kasih. Sungguh memilukan dan tragis kisah cinta yang melekat di hatiku.
Kini
Aku hanya terdiam saja sambil menghitung-hitung berapa hari lagi Dalaf akan menikah. Tak lagi sampai satu bulan. Aku juga tahu, berbagai hal telah dipersiapkan menyambut hari itu.
Aku masih di sini menatap langit, berbekal selembar jaket hitam dan Al-Quran sebagai pedoman. Aku masih di tempat dimana Dalaf pernah menyarungkan cincin di jariku. Aku mencoba menghitung bintang miliknya yang tak pernah bisa aku hitung.
Aku tidak bisa terima pria lain, meskipun mereka lebih dari Dalaf. Semua itu karena aku membutuhkan Dalaf. Aku membutuhkan dia menjadi suamiku. Dia lelaki yang bisa memberikan kasih sayang yang tulus. Akupun tak punya perasaan terpaksa untuk menerimanya. Hingga kini, aku bergantung padanya dalam persoalan percintaan.
Aku lebih bodoh dari diriku sendiri. Mencoba tapi selalu gagal dalam mendapatkan cinta sejati.
Ya Allah... Aku butuh Dalaf untuk jadi suamiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar