Ini catatan dari Ajat Sudrajat tentang aku. Saat ini dia marah padaku karena sesuatu hal yang tak bisa aku ceritakan. Tatapi dia sangat baik dan perhatian padaku. Terima kasih ya bang. semoga abang bahagia.
Tubuh bertelanjang dada yang sedang gontai, biarkan bebas terbujur di lantai tanpa beralas apapun. Semakin lunglai dengan bayangan pikiran yang terawang-awang. Saat ini, aku tidak dapat membedakan antara redup cahaya lampu atau penglihatan sendiri yang sedang sayu.
Tubuh bertelanjang dada yang sedang gontai, biarkan bebas terbujur di lantai tanpa beralas apapun. Semakin lunglai dengan bayangan pikiran yang terawang-awang. Saat ini, aku tidak dapat membedakan antara redup cahaya lampu atau penglihatan sendiri yang sedang sayu.
Masih ada sedikit sadar, semua barang di kamarku ini telah berserakan, berantakan dan tidak tertata rapi seperti biasanya. Sayup-sayup terlihat segala yang ada di hadapanku, cairan bening itu masih tersisa dalam botol bermerek Chevas Reagal. Seingatku, yang sebagian lagi telah kuteguk sendiri, perlahan kutuang sesuai takaran seloki.
Dalam situasi lelah untuk berpikir, hanya aku dan isi kepala yang menghuni ruangan pengab ini. Yang ku inginkan sekarang hanya tidur dengan lelap sekali. Entah dalam keadaan apa aku akan terbangun nanti, mungkin esok, aku pun tidak menyadari sebagian hal yang telah kulakukan malam ini. Yang jelas, perasaan itu tentunya masih terasa perih di hatiku… Dia gadis yang telah meluluh-lantakkan hati batuku pada pandangan pertama. Parasnya yang anggun, tidak kalah sempurna dengan keramahan sikap yang terpancar di keseharianya. Senyumnya yang terlihat tulus dalam setiap persuaan, ditebarkan kepada siapa saja orang yang dikenal.
Tapi, senyuman itu tidak pernah ditujukan pada diriku. Karena hingga detik ini, gadis itu sama sekali tidak pernah mengenal aku. Apa yang tersirat hanyalah penafsiran dari apa yang kuperhatikan secara sembunyi-sembunyi, setelah perjumpaan waktu itu (kami saling memandang ketika sedang berada di perpustakaan kampus). Hanya pandangan sesaat, setelah itu dia pun berlalu dengan segala keanggunanya, dan tidak pernah tahu bahwa kekagumanku terus membekas hingga detik ini.
Semenjak itu, isi pikiran dalam kepalaku semakin dekat dengan sosok bayanganya. Apalagi setelah mendengar kabar, bahwa dia baru saja “Patah Hati”. Aku pun mulai merencanakan sesuatu diiringi niat yang tulus untuk dapat mendekatinya. Sebuah keinginan yang bermuara dari pikiran ku sebagai manusia awam dalam menyatakan cinta.
…aku tidak langsung menjumpainya…” bukan karena cara itu terkesan terlalu dini bagi seorang pria untuk mendekati wanita”, tapi hanyalah dalih untuk menutupi sikap ku yang sering “bodoh” jika berhadapan dengan “cinta”. Pantaslah jika aku belum pernah mengenal “cinta sejati”, karena “perkenalan” yang merupakan awalnya saja aku tidak pandai melakukanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar