TIGA HARI BERSAMA MENDRIQ
Sebuah Pengalaman Pribadi Mengambil Data Orang Asli
ROZIAH
Gua Musang, 6 Agustus 2009
Pagi ini tidak seperti biasanya, saya bangun tidur terus mandi. Saya harus akur dengan peraturan yang tidak tercatat antara kami berempat, kak Emma, Norfaizah dan Julaina. Saya terpakasa ngantri atau beratur dalam bahasa Melayu
Saya dah tak sabar hendak menuju ke tempat data Bahasa Mendriq bernaung. Ketika kaki ini mau meniti anak tangga bas terdengar ada teman yang berbicara ”Prof nak tangkap gambar”. Saya pun terpaksa patah balik dan memerhatikan dari mana suara itu datang. Ternyata di balik bas sewaan UKM itu. Usai tangkap gambar para pengambil data bersalaman dengan Prof. Zaharani dan Prof. Norshimah yang menghantar kami. Pemandu bas menggerakkan kendaraan, sampai di pintu gerbang, kami membeli nasi bungkus untuk persiapan makan tengah hari.
Pengembaraan dilanjutkan. Saujana indah mengiringi perjalanan kami sekelas menuju ke kampong Kula Lah gua Musang. Hijaunya daun melambai seakan mengucapkan welcome to Kuala Lah. Saya terpegun menikmati suasana seperti ini, sungguh menakjubkan hati. Inilah lambang kekuasaan Tuhan. Hutan yang masih segar dan belum terjamah oleh buasnya tangan manusia ini, telah membuktikan bahawa rakyat
Cerita punya cerita, kami pun sampai dikampung Orang Asli suku Mendriq. Kami diturunkan tepat di depan sekolah SK Kuala Lah. Beberapa guru dari sekolah tersebut menyambut kami. Mereka beranggapan kami datang mengunjungi mereka. Saya sempat berkenalan dengan cikgu Aini. Setelah ketua rombongan, sebut saja namanya Ramzi menyampaikan maksud kedatangan kemi ke Kua Lah, cikgu tersebut pun mengangguk-angguk. Lalu kami meiminta diri untuk melanjutkan misi kami.
Ayunan langkah kaki kami disambut meriah oleh salakan anjing yang bersahut-sahutan.
Orang pertama yang ditemu bual oleh Ramzi adalah Tok Pengulu sebagai pemangku adat. Tok Pengulu merupakan ketua yang harus dihormati oleh semua orang Mendriq. Jabatan yang ada pada tok pengulu tersebut akan kekal selama tok pengulu masih hidup. Orang Mendriq akan mengikuti perintah Tok Pengulu. Jadi untuk menemubual responden haruslah mendapat kebenaran daripada Tok Pengulu. Setelah Ramzi berbincang dengan Tok Pengulu, terlihat riak kecewa dari wajahnya. Masalah pertama pun muncul. Kata tok pengulu sekarang musim buah-buahan, jadi orang Mendriq akan pergi ke hutan untuk memetik buah. Suku asli ini mengambil upah memetik buah di kebun orang Melayu. Buah yang dipetik akan dijual ke pasar oleh orang Melayu sebagai pemilik kebun.
Masalah pertama ini sedikit memberi kekangan pada kami untuk mengutip data. Namun masalah ini dapat kami selesaikan kerana tok pengulu dan Ramzi giat mencari orang Mendriq yang tidak ke hutan. Usaha yang mereka lakukan tidak sia-sia. Akhirnya mereka mendapatkan lapan orang responden untuk ditemubual. Kami pun mulailah mengikuti responden masing-masing yang dibagi tanpa kami sempat memilih.
Saya mendapat responden perempuan yang bernama Salmah. Orang yang saya panggil kak Salmah ini mempunyai tiga orang anak, dan yang masih kecil berumur 4 bulan. Itu sebabnya dia tidak ke hutan. Kak Salmah tidak tahu berapa umurnya sekarang, katanya dia tidak sekolah, makanya dia tidak tahu berapa umurnya. Cerita punya cerita, saya pun mulai menyatakan hajat untuk meminta data bahasa Mendriq. Setelah bersetuju kami pun sepakat untuk memulai merekam pembicaraan kami. Saya minta dia bercerita dalam bahasa Mendriq tentang kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Apa yang terjadi? Masalah kedua hadir dalam langkah kami mendapatkan data Mendriq ini.
Kehadiran masalah kedua ialah, kak Salamah tidak mahu bercerita dalam bahasa Mendriq. Hal ini disebabkan kerana dia tidak tahu apa yang mau dia ceritakan. Saya pun mulai berpikir, apa yang harus saya lakukan. Sebaiknya saya harus aktif bertanya, baru dia akan menjawab. Saya minta dia menyebutkan bahasa Melayu yang saya sebut ke dalam bahasa Mendriq. Ketika hendak memulai idea yang baru itu, waktu pun sudah habis. Saya harus minta diri untuk pergi ke surau. Cacing dalam perut pun sudah bernyanyi menandakan waktu makan sudah tiba. Sebelum ke surau, saya minta pada kak Salmah untuk berjumpa kembali pada pukul 2 petang.
Usai makan dan mengerjakan sholat zuhur saya kembali bergegas menemui kak Salmah. Tiba di
Idea muncul secara tiba-tiba, teringat akan gambar-gambar yang saya persiapkan. Gambar yang bedomain anggota tubuh badan itu saya buka. Saya tunjukkan satu persatu, dia menyebutnya dalam bahasa Mendriq. Belum lagi habis semua anggta badan dalam domain itu disebutka, Masalah keempat lahir. Masalahnya adalah ada pada anak kak salmah yang menangis sekuat-kuatnya. Saya harus akur menikmati suara tangisan itu hampir ½ jam. Saya terigat tadi saya ada membawa roti. Lalu saya berikan pada anak-anaknya. Suara tangisan yang memecah suasana kedamaian kami pun hilang. Saya melanjutkan menujukkjan domain tubuh badan yang ada. Tapi apakan daya, waktu sudah petang. Saya meminta diri.
Saya pulang dalam keadaan hampa bercampur kesal. Apalagi dalam perjalan pulang, di dalam bas saya ditemani lagu-lagu Jamal Abdillah yang sedih. Air mata saya pun menitis, tidak tumpah keluar seperti biasanya, tapi tumpah ke dalam. Setiba di bilik hotel, saya langsung mandi dan berpakaian. Saya menghempaskan tubuh saya ke tilam. Lalu saya menarik nafas dalam-dalam. Lalu ku pandang novel Goresan hati. Tangan ini menggapainy dan mata ini memakan sedikit isi novel yang belum terjamah sejak semalam. Lalu saya terpikir terpikir cara yang terbaik, untuk mendapatkan data dalam bahasa Mendriq ini. Saya bangun dan mengambil buku dan pena. Lalu saya membuat senarai ayat yang mengandung frasa kerja. Usai membuat 100 ayat, saya dan kak ema mulai memajakan mata, lalu tidur.
Kesedar Inn 7 Agustus 2009
Hari kedua, saya tidak mendapat banyak masalah. Kerana sebelum kami menemubual, kami sudah siap dengan senarai ayat yang hendak kami tanyakan. Perjanjian antara kami pun tercipta dan terlakasana. Kak Salmah harus akur, dengannya. Ayat yang kami sebut dalam bahasa Melayu harus dia ucapkan dalam bahasa Mendriq. Kak Salmah tidak boleh mengucapka kata “serupa juga” lagi dalam Bahasa Mendriq. Pengalaman semalam telah mengajarkan kami untuk bersikap tegas.
Kami juga menghadiahkan makanan-makanan kecil untuk anak-anaknya. Kami memberinya sedikit-sedikit. Saya tak ingin anaknya menggangu misi saya mendapatkan data tersebut. Makanan boleh menjadi upah untuk anak-anak mereka bersikap diam. Akhirnya semua ayat yang sebutkan semua diucapakan dalam bahasa Mendriq oleh kak Salmah. Meskipun hampir serupa, kami minta kak salmah tetap mengucapkannya dalam bahasa Mendriq.
Selesai mengambil data yang tidak seberapa, saya dan kak ema kembali menuju ke kendaraan yang mengangkut kami. Terlihat encik pemandu bas setia menanti kehadiran kami dengan penuh senyum. Terobat sedikit kepenatan kami. Kami pun terus menuju singgahsana sementara kami yang bernama Kesedar Inn. Tak tau apa maksud tersirat dari nama tersurat tersebut. Sampai di hotel, saya langsung menuju kamar 106.
Gua Musang, 8 Agustus 2009
Di hari ketiga, saya tidak berjumpa dengan masalah. Pengalaman dua hari sebelum ini membuat saya lebih bersikap hati-hati. Hari ini saya cuma menyimak dan memastikan ayat yang kami dapatkan semalam. Semua data yang kami dapatkan dua hari lepas sudah dapat dipastikan sahih. Saya bahagia sekarang. Misi sudah tercapai. Tiga hari bersama Mendriq telah mengajarkan saya arti kesabaran. Untuk mengambil dat kita dituntut untuk kreatif dan selalu berpikir keras, bagaimana mengambil peluang emas untuk mendapatkan data.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar