Minggu, 26 Juni 2011

setitik Cerita dari sahabat

Aku hanya seorang lelaki yang bersikeras dengan prinsipku untuk selalu melawan kejahatan. Aku ingin menjadi diriku sendiri. Memang aku terlalu lantang untuk menyuarakan kebenaran. Hingga aku mendapatkan SP alias SURAT PERINGATAN.

Aku tak menyangka semua menjauhiku. Aku pernah bercerita pada beberapa orang yang mungkin bisa ku percaya.

Tapi aku tersalah. Mereka malah menyalahkan aku.

Aku tak percaya lagi sama teman-temanku, pemimpinku, bahkan pacarku sendiri. Mengapa aku harus berada pada tempat yang tidak satupun mendukungku.

Ingin aku lari dari rumah. Dari semua pandangan yang selalu menjemukan.

Aku bersyukur punya seorang teman, adik, pacar bahkan terkadang jadi Ibu bagiku yang selalu mendukung dan mendoakanku. Meskipun aku tak jujur padanya terkadang, tapi dia masih saja sabar.

Ketika dia mendengar tentang kejelekanku dari pacarku yang tak ingin dia ceritakan karena alasan amanah katanya, Dia tetap sabar.

Hari ini ini dia mendengarkan dari orang-orang yang tak layak lagi aku anggap sahabat, dia malah menyimpan air matanya dengan menyungging sebuah senyum.

" Jangan maulah sama dia tu. Playboy dia tu. mending sama Uga saja. Nanti diantar sama uga saja. jagan sama dia. Dia tu hobi mengoleksi cewek-cewek cantik.

Dia hanya meneteskan air matanya jauh ke dasar hatinya, seraya berdoa untuk kemuliaan aku.

Dia menjadi ikhlas saja ketika, saat semua orang memburukkan aku. Dia msih membela dan mendoakan aku. Di satu sisi, saat retorika itu berkembang aku malah menggandeng mesra pacarku.

Aku tak mengerti, sampai tahap itu, dia masih percaya padakaua dan membela aku.

"Tu kan dah terbukti dia tu bukan lelaki baik."

Aku tak tau harus bicara apa lagi. Tak terbayangkan olehku apa yang dia rasa.

***

Ayah sudah protes padaku, beberapa hari ini aku pulang malam saja. Tapi entah mengapa aku begitu ingin menemuinya.

Aku mengajaknya shalat di luar. Sedikit heran, kenapa dia menolak. Tak seperti biasa.

Tak urung ku lihat dia begitu sedih. Meskipun kehadiran sepupunya dia masih juga agak sedikit perih.

Aku merasakan ketika dia menggenggam erat tangnku.

Di ujung pertemuannya dia menyatakan marah dan cemburunya, mengapa aku tak mengSMS dia ketika aku berangkat dengan pacarku.

Aku tahu dia terluka.

Tidak ada komentar: