"Kanda jalan Yuk."
"Ayuk. Kemana?"
"Kemana aja boleh. Yang penting jauh aja dari Pekanbaru."
"Oke. Nanti kanda jemput."
"Ya dinda di UR. Ikut Seminar."
"Jam berapa selesai?"
"12 gitulah."
"Ia sayang."
Kami dipertemukan di parkiran Masjid Ar-faunnas UR. memulai perjalanan setelah selesai shalt Zuhur.
Keadaan panas yang menghitami kulit tak begitu terasa, karena indahnya kebersamaan kami yang kian lama terpisah oleh status yang berbeda. Aku memeluknya sambil dia menggenggam lembut jemari tanganku, bahkan sesekali terkadang dia mengankatdan mencium tanganku. Seperti yang berlaku di setiap pertemuan istimewa kami.
Ketika aku mencoba melepaskan gengaman tangan itu, tiba-tiba saja motor kesayangan kami masuk ke dalam lobang. Aku kaget. Aku sedikit ketakutan."
"Sayang takut?... Peluk Kanda. Jangan dilepas."
"Kok tahu? ia sayang, dinda gak akan lepas."
Kami melawati pemandang hijau nan indah. Serasa angin yang disertai debu menyapa lembut pipi kami. Meskipun berpuasa, tak mengurungkan niat kami tuk terus melanjutkan perjalanan.
Singkat cerita, kami sampai di candi muara takus berkat bantuan seorang pakcik yang kami tanya di jalan itu.
"Semoga aja pakcik itu bukan saudara Meysa ya dinda."
"Maksud?"
"Ia. inikan kampung Meysa. Ini daerah kekuasaan Meysa ni dinda."
"Oh ya gitu. Semoga bukan kelurganya ya sayang."
Tiba di Candi Muara Takus kabupaten Kampar, aku teringat sebuah danau yang dulu sangat indah. Lalu aku mengajaknya ke sana. Kami dikejar oleh penjaga candi yang meminta bayaran Rp.20.000,-. Tiba di danau, aku sedikit kecewa karena airnya kering. Hmmm.. kami yang sama-sama buta pengetahuan tentang keberadaan air akibat PLTA yang diatur oleh listik yang dibutuhkan penduduk.
Kekcewaan kami terobati oleh keberhasilan kami memijakkan kaki ke dalam danau itu. Aneh memang kejadian yang jarang terjadi dalam pikiran kami ini. haha.. Kekuatan CINTA membuat kami berhasil menempuh danau. Mulai danau Toba sampau danau di candi Muara Takus. ingat aku ucapan Dalaf ketika itu.
"Wah... hahhaah.. Hebat kita ni dinda."
"Ia kanda. Kita hebat. Bisa masuk dalam Danau."
"Wah... hebat ya dinda."
"Lucu kan sayang."
"Tu kan dinda pakai bahasa kanda."
"Hmmm. Kanda memang hebat. Apa pula tidak. Ngangkat pohon getah aja bisa, apatah lagi masuk danau."
"ehMMmmmm. Sayang."
Kami berbicara sebentar dengan pakcik yang hendak mencari ikan dengan menggunakan sampan. Darinya kami tahu bahwa bumi yang terinjak oleh kaki kami ada tanah danau.
Kami melaju dengan bahagia. Melewati semesta yang mengiringi perjalanan panjang kami. Berhenti di candi muara takus. Sampai waktu Asyar. Kami kesulitan mendapatkan air. Setelah keliling sekitar Mushalla, kami mendapat tahu harus berwudhu di sungai yang tadi kami pergi. Melangkah dengan kehitunag detak kaki, menuntun kuat keinginan. Akhirnya kami mendapatkan air yang kami butuhkan. Usai berwhudu aku duluan naik ke atas, menunggunya di tebing. Kami istrahat sebentar. Berbaring di balai atau dermaga kecil itu.
"Kanda.. indahnya kalau kita bisa melihat bintang kita ya sayang."
"Ia ya dinda."
"Ayuklah kanda. Nanti dinda kentut pulak."
"Haaaaa.. Dinda bisa aja. Ayuk sayang."
Aku duluan melangkah, Dalaf mampir sebentar di buayan. Aneh terasa olehku. Aku tak seperti biasanya berjalan tak bisa melihat ke belakang. Tapi kali ini. Aku merasa membutuhkannya. Aku harus memperhatikannya. Aku memutar badan melihatnya. Rupanya dalaf juga sedang menatapku dari jau. Akupun tertunduk malu. Mengrtilah aku, bahwa rasa kekhawatiran kami sama.
Aku hampir tiba di Mushalla tika Dalaf jauh tertinggal olehku. Ku melihat ke hadapan, selan 1 menit di sudah mendhuluiku lalu menungguku. Inilah hal yang aku pahami sebagai kekuatan dalam CINTA. Dia akan mengjarku, kemanpun aku pergi. Katanya. "Kanda tak mau dinda tinggalin."
Kami shalat berjamaah. Lalu berdoa bersama. Usai shalat kami memperhatikan air yang ada dlam botol aqua yang kami ambil dari sungai tadi. sambil memperhatikan botol itu, dia menghampiriku. Lalu di berbaring di pahaku. Masih sempat aku memanjakannya. Kami saling berdekapan ketika itu. Tatap di batas ya wajar. Kini semua itu masih segar dalam ingatanku. Sulit untuk ku lupakan.
Suasana redup mengajak kami mengelilingi kemegahan Candi terpenting sebagai peninggalan sejarah di Riau ini. Tak asa kami menahan gejolak yang membuncah di dada. Karena puasa saja. Jika tidak tak tahulah apa yang terjadi. Kmi berfoto bersama. Dan membuat sebuah vidio.
Kami pulang menyusuri jalan yang kami lalui tadi.
berbuka puasa di rumah seorang warga yang sudah lupa nama tempatnya. Kami shalt Magrib di Masjid sebelah itu. Masjid yang sangat esar dan cantik, tapi kelihatan sangat sedikit jamaah yang ada. boleh dikatakan lengang. Kami tidak makan di warung itu, karena dia berniat mau mengjakku makan kepala ikan di Salo.
Sesuatu telah berlaku. Usai berpuasa. Kami menglalami hal yang tak sanggup kami pikirkan sebelum dan sesudah kami menjalani itu. Sesuadah kami menikmati itu. Sesuatu hal yang sangat indah jika dikenang, dan sangat menegangkan kalau diingat. Tak percaya ianya terjadi pada jiwa kami berdua. Aku dan dia wajib menikmatinya. Aneh memang.
"Dinda... Tadi ada jalan yang berlobang seperti ini sayang."
"Ada kanda."
"Ooo/ Ya lah."
satu jam berlalu. Kami meneruskan perjalanan kami. Lalu aku mencoba mengingat di waku siang tadi. Aku tak ada melihat lalang dan bebunganya di samping kiriku hingga memaksaku berbicara.
"Kandaaaa.. Tadi perasaan tak ada lalang kayak gini kanda."
"Kita di sebelah kanan sayang. "
"Iya ya kanda."
Memang benar lalang itu hanya ada di sebelah kiri perjalanan pulang kami.
kami melaju terus
Terus.
Terus.
Terus.
4 kali masuk lubang.
Bertemulah dengan sesuatu yang membuat kami yakin kami tersesat. Spontan kami berucap
"SAYANG.. PERASAAN TADI GAK ADA POHON SAWIT." Kalimat yang serentak kami ucapkan.
Lalu kami melajutkan terus perjalanan kami. Terlihatlah tiga plank nama jalan.
1. Pasir Pangaraian
2. Dumai
3. Pekanbaru.
Kesimpulan. Kami tersesat sampai ke Pasir. Sekitar tiga puluh menit kami sampai di pasar Rohul.
Kami masih menyusuri perjalanan lurus yang panjang itu
"Dindaaaa.. Panjangnya jalan ni lagi."
"Sabar sayang. Pilih jalan panjang atau jalan buntu?"
Perut Lapar. Rumah makan tak kelihatan. Ya Allah. Tak terbayang akan seperti ini.
"Allah mengabulkan doa dinda untuk pergi jauh."
"Ya kanda."
"Memang jauh kanda."
Kami tetap saling berdekapan di atas motor itu. Tak satupun ada henti. Aku taku akan masuk lbuk lagi. Diapun tak memberi kesempatan aku untuk lari dari gengaman tangannya.
Kekuatan dan keberanian atas cinta yang kami miliki, akhirnya kami sampai juga ke Garuda sakti Pekanbaru.
Aku teingat ucapanya
"MERDEKA."
"Alhamdulillah."
Ini baru dikatakan tantangan.. Ya Allah. Senangnya hati kanda. Bebas. Merdaka. Dia tanpa sadar memeluk dan mencium keningku di Bakso muda-mudi Panam..
Kami saling menggenggam erat tangan kami. sambil melunjurkan kaki. Tak tau sudsh pukl berapa kami sampai. Pasti sudah tanggal 17 Agustus 2011. Kemerdekaan yang kmi rayakan di jalan. Pengalaman yang tak terlupakan.
Kini tinggal kenangn saja. Dalaf telah pergi bersama Meysa. Aku rindu padanya. Dan cukup aku saja yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar