Oleh Uji Permata Haty pada 27 Februari 2010 jam 15:45.
Panas terik matahari seolah membakar sekujur tubuh, ratap nestapa berkelindan. Dalam sanubari, racik riuh berkumandang bersorai ramai-ramai.
Kudengar lantunan nasyid, bersiul bagai bocah di atas bukit.
Merpati terbang bebas, ikan-ikan bergumul dalam samudera, Kulihat anai-anai bertabur di atas jalan, Terlindas, terinjak dan mati tanpa rasa.
Kupejamkan mata, kutarik napas dalam-dalam. Isak tangis dalam dada sangat terasa, bagai goresan trisula yang menghunus dalam tubuh.
Kucoba bangkit, namun apa daya.
Cicak-cicak tetap merayap dan menyambar anai-anai di atas bukit.
Perlahan kulepas nafas yang kuhirup.
Terburai mata melayang melihat langit-langit biru
Kumenengadah dalam arasy nan indah
Biarlah roda yang Kau putar, kn kuturuti
Tapi izinkan kepadaku tuk salah….tapi jangan kau lepaskan kesalahanku.
Aku hanya seekor anai-anai di atas bukit.
A adalah AKU. A di awal namaku memang menunjukkan ke keAKUanku. Aku seperti tembok. Sukar membaca semua hal yang tersurat di matanya. Aku tau sebenarnya bahasa tubuhnya telah membuktikan ada lembar putih yang disediakannya istimewa tukku, sejak kehadiran keduaku di rumahku.
Mataku memang tak nampak kertas putih itu. Aku lebih peka pada pendengaranku, ya pendengaranku.
Andai saja bantal bicara. Aku malu. Aku telah berkhianat pada rasa hatiku yang selama ini merajai semua jasadku. Malu pada ketidakmampuanku menahan semua rasa ini. Yah….akhirnya aku terjebak pada patriotisme kecundangan yang sangan menyakitkan.
Aku yakin kamu punya rasa itu padaku.....karenanya kau begitu bahagia.....persetan dengan siapa yang menjadi pacarmu saat ini. satu gerakan dariku mempu menanggalkan statusnya darimu....akhirnya aku akan menang.....semoga aku bisa memilikimu selamanya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar