Aku tak bisa berbuat apa, karena aku bukan Allah yang membuat takdir untuk menggerakkan tangan-tangan penguasa untuk memasukkan nama pada barisan pengajarnya. Aku bukan apa-apa, tak suka saja dengan cara aku didiskriminasi seperti ini. Aku dibuang begitu saja oleh para peguasa yang berhak tanpa aku tahu salah apa.
Sedih banget rasanya hati ini. Bukan sekedar sakit, tapi sudah mulai terluka.
Aku tak tahu cara bersabar. Hingga pendiskriminasian ini membuat aku mengantuk dan teridur di Labor komputer yang pernah aku usahakan dulu.
Entah bagaimana aku bisa tersenyum seperti yang diminta oleh orang yang aku sayang saat ini. Aku tak bisa menuruti kata-katanya begitu saja.
Aku senyum tapi tak ikhlas. Aku benar-benar tersudut. Aku benar-benar merasa tersudut. Aku ingin pulih. Tapi susah. Sehingga aku harus larut dengan perasaan yang tak disukai oleh Permata hatyku ini. Aku terlarut. Aku hanya terhanyut. dan Terhanyut. Tanpa memikirkan perasaan dia.
Allah...
Aku terpukul dengan semua ini. Bagaimana tidak? Teman yang sama kuliah dengan aku dapat tiga kelas. Kenapa sih? Aku harus menerima pendiskriminasian ini? Status kami sama-sama belajar. Aku heran dengan semua ini.
Keherananku menimbulkan sebuah pertanyaan di hatiku. Kenapa dia ngajar AKTA sedangkan aku TIdak? Salah apa aku. Huft.....
Aku benar-benar kesal. Aku emosi.
Tiba-tiba saja dia nyeletuk
"Ah... cemen kali kanda ni."
"Iya dinda."
"hmmmmm... Malas ah dinda."
"Iya sayangku.."
"Kanda... Cintaqu... tahu gak mereka tertawa melihat kanda sedih begini. Apa kanda pikir dengan bersedih, nama di situ akan terganti dengan nama kanda? Akan berubah gitu?"
"Tidak sayang."
"kanda harus tahu. Mereka senang kalau kanda sedih."
"Iya sayangku..."
"yang mereka inginkan cuma satu. Kanda mengundurkan diri. tapi jangan lakukan itu sayang. Tak ada manfaatnya. Kalah kanda kalau gitu sayang..."
"Iya sayangku..."
"Kanda cemen kali. Malas dinda. Merajuk ah."
"janganlah merajuk sayangku..."
"Ah malas.."
Aku melihat senyum cemeehnya. Aku sedikit lega. Tapi aku belum pulih. Jujur aku masih luka.
Dia menatapku. jauh ke dasar hatiku.
mendadak saja dia manja kepadaku. Selama ini, akulah yang sering manja.
Tapi aku melihat perbedaan tingkahnya. Mungkinkah aku telah melakukan salah. Dia memelukku erat. Aku hanya terdiam. Ketika dia mendekapkan wajahnya di dadaku. Dia menyurukkan pandangannya. Seolah-olah, dia ingin membalut luka yang ada di hatiku.
Tiba-tiba. Aku merasakan basah di dadaku. Dalam keheningan. Kesunyian. Kudengar suara basah itu berbicara
"Sayaaaaaaaaaaaaang.. Jika kanda terluka. Ada dinda yang lebih terluka. Jika kanda hanur, Dindalah yang lebih hancur. Dinda sayang kanda."
"Dindaaaaa."
"Kanda. Terlalau banyak masalah yang kanada hadapi. Tapi selama ini kanda kuat. Kanda lupa ya? Dengan beban yang telah kanda tanggung selama ini. Kanda sudah banyak mengalami hal yang menyakitkan sayang."
Kemanjaan bercampur hancur itu sdikit menyadarkan aku. Di sini. Di hatiku. Ada seseorang yang akan hancur ketika aku terus terpuruk dan tak kembali.
Aku terlupa. Kalau dia juga dengan sejuta masalhnya. Masih juga bisa tersenyum.
"Melihat kanda seperti ini, Dinda jadi ingt dinda dulu. Ketika pertama kali dinda divonis mengidap kangker payudara. Dinda merasa hancur saat itu. Dinda merasa, dinda telah mati sayang."
"Dinda.. jangan cerita itu. Kanda gak mau. Kanda gak mau mendengarnya"
Ku pegang tubuhnya erat. andai saja dia halal, sudah tentu ku peluk dan ku cium wajah yang telah ku buat luka itu. Wajah yang kian agak terlihat kusam di mataku. Wajah yang makin hari aku lihat makin menyedihkan...
Aku mencoba untuk tersenyum ikhlas. Aku berpura-pura. Padahal aku tahu dia tahu kalau berpura-pura. Tapi aku berusaha untuk membuat dia bahagia.
Kenapa aku tidak berpikir satu hal saja. Aku harus bersedih andai Allah tidak memilihku.
seperti dalam kata mutiara Islam +133 berikut...
Alangkah indahnya cara Allah untuk memberikan nasehat kepada makhluknya, nasehat yang benar-benar membuat diri mereka berubah karena NYA, bukan karena kekuasaan manusia yang hanya menakuti mereka sementara waktu sampai mereka tertidur untuk selamanya. (By : Abu Afza Al-Ghifari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar